Akhlak Bertamu
1. Pengertian
Bertamu adalah
berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Maksud orang
lain disini bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman
seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain
menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis,
membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya.
Tujuan utama bertamu menurut islam
adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim. Silaturrahim tidak
hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt
memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara,
kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain.
Mempererat tali sillaturahim baik
dengan tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah agama
islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan
saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin.
Silahturahim tidak saja
menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah wawasan
ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi
pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan baru
tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki, dan sebagainya.
Apabila manusia memutuskan apa-apa
yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat
akan berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi
dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu
masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui
hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena
tidak ada yang peduli.
“ Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1)
2. Dalil Al Qur’an dan Hadist bertamu
Sahabat Abdullah bin Bisir ra.
mengatakan: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَأتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَلَكِنَّ
أئتُوْهَا مِنْ جَوَانَبِهَا فَاسْتَأْذِنُوا٬ فَإِنْ أَذِنَ لَكُمْ فَادْخُلُوا
وَإلاَّ فَارْجِعُوا٠
"Janganlah kalian mendatangi
rumah (orang) dari depan pintunya, tapi datangilah dari samping-samping. Lantas
ijin. Jika kalian diberi ijin, masuklah. Namun jika tidak, pulanglah."
(HR. Tabrani)
Dalam hadis ini, Nabi berpesan
bagaimana etika mendatangi rumah saat bertamu. Yaitu dilarang menghadap pintu
rumah, dikhawatirkan akan memandang isi rumah yang semestinya tak pantas dia
pandang. Entah pemilik rumah atau perkakas rumah tangga yang tidak pantas
terlihat, atau semua yang tidak diinginkan pemiliknya dilihat orang lain.
Bisa jadi tuan rumah baru berpakaian
rumah yang transparan, atau boleh jadi sedang sibuk bekerja sehingga perlu
bersisir. Atau mungkin peralatan rumah tangga semrawut sehingga perlu dirapikan
dan diatur lebih dahulu.
Karenanya bertamu di hadapan pintu,
besar kemungkinan mengkorek keburukan dan aurat. Padahal yang demikian dilarang
dalam Islam. Karenanya Nabi saw memerintahkan agar kita tidak mendatangi rumah
dari depan pintu, namun lewat samping pintu, kiri atau kanan, sembari menunggu
ijin dengan penuh kesopanan.
Etika kedua dalam bertamu adalah
meminta ijin dengan mengetuk pintu atau bel.
Jika diijinkan kita masuk, jika
tidak, kita pulang.
Diijinkan masuk, tandanya dibukakan
pintu, dijawab, atau disambut oleh orang yang kita kunjungi. Tidak diijinkan
tandanya orang yang kita cari tak ada, tidur, sibuk dengan tamu lain, atau sama
sekali tak ada jawaban. Bagaimana kita bisa mengerti batasan-batasannya? Nabi
mengajarkan kita cara tersebut dalam hadis lain. Beliau katakan, meminta ijin
cukuplah tiga kali seraya mengetuk pintu. Jika tidak dibukakan hendaklah kita
pulang.
3.
Etika Bertamu
- Meminta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Dalam hal ini (memberi salam dan
minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali.
Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada
jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda kunjungan
kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat
membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan
berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin
dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan, sangat
dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau hal yang
tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik rumah.
“jika kamu tidak menemui seorangpun
didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika
dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih
bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nur : 28).
Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary
ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali,
jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang
pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian
rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya.
Firman Allah,
“Jika kamu berbuat baik (berarti)
kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka
(kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….”
(QS. Al Isra : 7)
- Memberi isyarat dan salam ketika datang
Firman Allah
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Sabda Nabi,
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى
النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م
لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ :
قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ
“السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه
ابو داود)
“Bahwasanya seorang
laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam
rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya:
temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar
ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa
yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi
SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
Sebagaimana juga terdapat dalam
hadits dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,
“Aku mendatangi Rasulullah lalu aku
masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah bersabda, ‘Keluar dan
ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamu’alaikum’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
- Jangan mengintip ke dalam rumah
Mengintip ke dalam rumah sering
terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela
perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam
sabdanya,
“Dari Sahal bin Saad ia
berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah
SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW
bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu.
Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk
menjaga pandangan mata.” (HR
Bukhari)
- Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum
kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu
pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari Jabir ra Ia
berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah
beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau
bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
- Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada
di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya.
Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama
halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup
ditemui diluar saja.
- Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan
untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang
telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana
secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat
menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang
tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari
kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya),
lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin
memperhatikannya.
- Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan
jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak
menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka
dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa
menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah
mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah
menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah makan
dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda, “Jika
seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa
menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu
waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
- Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa
makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan
tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya
dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah
sendiri maupun di rumah orang lain
- Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu
apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann
yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi
tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang
terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan
rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu
menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan
rasa jijik bagi yang melihatnya.
- Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan
untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan
harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan
berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya,
terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang
waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah
tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan
rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh
menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai
membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar
pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika
tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
- Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam
Terhadap tamu yang jauh tempat
tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam.
Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka
habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan
pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau
berat dalam menjamu tamunya.
4.
Membiasakan Akhlak
Bertamu
Bertamu merupakan tradisi masyarakat
yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan
bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai maalah yang dihadapi
dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius,
mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar
bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir
sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan
terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan
persahabatan menjadi kokoh.
Tujuan bertamu sudah barang udah
barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu
kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan
diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiaaan poitif
dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern.
Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah
dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi.
Al Qur’an memberikan isyarat yang tegas,
betapa pentingnya setiap orang yang bertemu dapat nejaga diri agar tetap
menghormati tuan rumah. Setiap tamu haru berusaha menahan segala keinginan dan
kehendaknya baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya.
Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah uai, maka seorang yang bertamu
telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang beik dan
menyenagkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu
meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.
5.
Hikmah
- Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
- Dengan bertamu seorang akan mempertemukan persamaan
ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam
menjalin kehidupan.
Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan terhadap seamanya. - Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.
Komentar
Posting Komentar