Islam yang Ramah Tamah, Bukan Marah-marah

DK Juni 16

DI SAUDI Muslim Indonesia dikenal karena sopan santunnya. Muslim kita tidak pernah melewati dan melompati orang yang sedang shalat, beda dengan muslim negara lain, yang seenaknya melompati kepala orang yang sedang sujud, main tabrak, main dorong,  dan tak ada basa basi sesamanya.
Ketika Wapres Jusuf Kalla sedang mendamaikan konflik di Aceh, ada diplomat Arab ikut serta, dan ketika ditanya kenapa ikut, dia menyebut : “Kami ingin belajar, bagaimana negeri yang terdiri banyak pulau dan banyak agama ini, bisa rukun dan damai.  Timur Tengah, tumpah darah kami sama, agama kami sama, tapi jazirah kami terbagi dalam 18 negara dan sebagiannya berperang satu dengan yang lainnya, “ katanya.
Gubernur Tokyo Naoiki Inose, mundur dari jabatannya ketika dalam kampanye Olimpiade 2020,  dia keceplosan : Satu-satunya yang mempersatukan bangsa-bangsa di Timur Tengah adalah Allah. Selebihnya, saling bunuh satu dan lainnya. Ucapannya tidak sopan, dan dia mundur. Tapi apa yang diucapkannya benar. Ada faktanya.
Maka, kini digagas Islam Nusantara. Islam yang sesuai dengan budaya Indonesia, yang menerima perbedaan, yang santun, ramah tamah, menjunjung tinggi akhlakul kharimah. Tidak mentang-mentang, meski mayoritas.
HM Jusuf Kalla, yang Ketua Dewan Masjid Indonesia, mulai membenahi dengan menertibkan speaker- speaker masjid yang sering mengganggu lingkungan, adu kencang, padahal suaranya sember, tengah hari pula. Agama Islam mengalami zaman keemasan – hingga menguasai sebagian benua Eropa – justru ketika teknologi pengeras suara belum ditemukan. Mestinya tak ada masalah dengan itu. Di Amerika Serikat, tanpa speaker di masjid, Islam berkembang dengan pesat.
Menteri Agama yang baru, Lukman Hakim Saifudin, ikut memberikan pencerahan, agar muslim menghormati orang yang tidak berpuasa. Ini ‘step’ berikutnya dari dalil lama, hormatilah orang berpuasa. Janganlah puasa kita menganggu orang yang tidak berpuasa. Nilai ibadah adalah godaannya, tantangannya, seperti atlet menang dan dapat piala, karena ada perlawanan dan saingan dari lawannya. Karena ada godaan. Tanpa ada godaan, apalah artinya puasa? Di mana pahalanya?
Menyambut Kapolda Metro Jaya yang baru, Irjen Pol Tito Karnavian, kita berharap tak ada lagi ada pembiaran aksi-aksi anarkis ormas, yang mem-sweeping rumah-rumah makan, dan tempat hiburan. Janganlah bulan Ramadhan dirusak dengan aksi segelintir muslim yang gila hormat, yang memaksa-maksa umat lain menghormati ibadah kita. (poskotanews.com)

Komentar

ngepop

Upacara Natal Bersama Haram

Bos Properti Jepang Jadi Mualaf Setelah Membangun Masjid Untuk Karyawannya

19 TANDA KEMATIAN YANG MULIA (KHUSNUL KHATIMAH)