Islam yang Ramah Tamah, Bukan Marah-marah
DI SAUDI
Muslim Indonesia dikenal karena sopan santunnya. Muslim kita tidak pernah
melewati dan melompati orang yang sedang shalat, beda dengan muslim negara
lain, yang seenaknya melompati kepala orang yang sedang sujud, main tabrak,
main dorong, dan tak ada basa basi sesamanya.
Ketika
Wapres Jusuf Kalla sedang mendamaikan konflik di Aceh, ada diplomat Arab ikut
serta, dan ketika ditanya kenapa ikut, dia menyebut : “Kami ingin belajar,
bagaimana negeri yang terdiri banyak pulau dan banyak agama ini, bisa rukun dan
damai. Timur Tengah, tumpah darah kami sama, agama kami sama, tapi
jazirah kami terbagi dalam 18 negara dan sebagiannya berperang satu dengan yang
lainnya, “ katanya.
Gubernur
Tokyo Naoiki Inose, mundur dari jabatannya ketika dalam kampanye Olimpiade
2020, dia keceplosan : Satu-satunya yang mempersatukan bangsa-bangsa di
Timur Tengah adalah Allah. Selebihnya, saling bunuh satu dan lainnya. Ucapannya
tidak sopan, dan dia mundur. Tapi apa yang diucapkannya benar. Ada faktanya.
Maka, kini
digagas Islam Nusantara. Islam yang sesuai dengan budaya Indonesia, yang
menerima perbedaan, yang santun, ramah tamah, menjunjung tinggi akhlakul
kharimah. Tidak mentang-mentang, meski mayoritas.
HM Jusuf
Kalla, yang Ketua Dewan Masjid Indonesia, mulai membenahi dengan menertibkan
speaker- speaker masjid yang sering mengganggu lingkungan, adu kencang, padahal
suaranya sember, tengah hari pula. Agama Islam mengalami zaman keemasan –
hingga menguasai sebagian benua Eropa – justru ketika teknologi pengeras suara
belum ditemukan. Mestinya tak ada masalah dengan itu. Di Amerika Serikat, tanpa
speaker di masjid, Islam berkembang dengan pesat.
Menteri
Agama yang baru, Lukman Hakim Saifudin, ikut memberikan pencerahan, agar muslim
menghormati orang yang tidak berpuasa. Ini ‘step’ berikutnya dari dalil lama,
hormatilah orang berpuasa. Janganlah puasa kita menganggu orang yang tidak
berpuasa. Nilai ibadah adalah godaannya, tantangannya, seperti atlet menang dan
dapat piala, karena ada perlawanan dan saingan dari lawannya. Karena ada
godaan. Tanpa ada godaan, apalah artinya puasa? Di mana pahalanya?
Menyambut Kapolda Metro Jaya yang baru, Irjen Pol
Tito Karnavian, kita berharap tak ada lagi ada pembiaran aksi-aksi anarkis
ormas, yang mem-sweeping rumah-rumah makan, dan tempat hiburan. Janganlah bulan
Ramadhan dirusak dengan aksi segelintir muslim yang gila hormat, yang
memaksa-maksa umat lain menghormati ibadah kita. (poskotanews.com)
Komentar
Posting Komentar