Mantan Misionaris Kristen Masuk Islam - Membuka Sepak Terjang Misionaris di Indonesia


Bernadus Doni/Abdul Jabbar
Ustadz Abdul Jabbar, Mantan Misionaris: Cahaya Hidayah Membuat Saya Memeluk Islam

NAMA saya Bernardus Doni, saya lahir di Malang-Jawa Timur 36 tahun yang lalu. Saya dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Katholik Roma yang fanatik, eyang saya seorang romo Katholik, kakak sulung saya seorang biarawati. Dari kecil saya sudah dididik dalam ajaran Katholik yang disiplinnya sangat luar biasa. Setiap hari Sabtu dan Minggu kami diharuskan untuk pergi ke gereja.

Pendidikan dasar dan menengah saya ikuti di sekolah Katholik di kota Ma­lang. Ketika sekolah di SMP Bromeus, Santo Borromeus, tidak semua pelajar beragama Katholik, ada juga yang ber­agama Islam. Per­gaul­an lintas agama tersebut membuat saya ikut tertarik mengenal Islam. Ketika me­lanjutkan studi ke sekolah menengah atas yang masih berwarna Katholik, saya mulai diam-diam belajar agama Islam. Tapi sekadar ingin tahu.

Saat itu banyak orang mengira saya beragama Islam, karena saya juga bela­jar shalat dan ikut berpuasa, padahal saya masih seorang Katholik. Apalagi saya akan diorbitkan untuk menjadi mi­sionaris dengan tugas khusus meng­kristenkan sebanyak-banyaknya orang Islam.

Sebenarnya setiap pemeluk agama Kristen adalah misionaris. Mereka wajib mengemban amanat agung untuk setiap umat Kristiani sesuai dengan pesan di surat Matius pasal 24 ayat 19-20 yang target utamanya mencari domba-domba yang sesat. Pemeluk agama selain Kristen adalah domba-domba yang sesat dan harus dikembalikan ke jalan yang benar, yaitu menjadi pemeluk Kristen.

Mencari Kelemahan Islam

Setelah selesai SMA pada tahun 1996 saya berangkat ke Jakarta dan menemui seorang pendeta bernama Lexi. Untuk tahap awal saya akan diberi penugasan di mall-mall yang banyak remaja muslimnya, nanti saya dan be­berapa teman akan mengajak mereka bersenang-senang lalu dipengaruhi imannya. Kami juga diberi dana yang besar untuk membantu orang-orang yang menjadi target, menyenangkan hati mereka dengan memberi hadiah atau kalau kesulitan mereka kami pinjami uang.

Saya juga harus punya bekal, yaitu ilmu tentang keislaman, lalu saya diberi beasiswa untuk kuliah di jurusan bahasa Arab IKIP Jakarta (sekarang UNJ). Saya sangat bersemangat menerima penugas­an tersebut. Biasanya secara berkala ada evaluasi dari pendeta untuk para misionaris muda yang telah berhasil memurtadkan orang Islam.

Karena ini tugas rahasia, tidak ada orang yang tahu kegiatan saya, teman-teman kampus mengira saya orang Islam karena saya cepat menguasai bahasa Arab bahkan untuk tambahan penguasaan ilmu saya juga ikut kuliah di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab).

Cara yang dilakukan oleh para mi­sionaris dalam mencapai tujuan mereka berpegang pada Matius 10 pasal 16 untuk mengembalikan domba-domba yang tersesat. Intinya, membolehkan cara apa pun untuk mengkristenkan orang lain.

Makanya, dalam misi ini, ada yang pakai hipnotis, ada yang menghamili wanita muslim lebih dulu, ada yang me­lalui bantuan, pokoknya dengan berba­gai cara. Saya juga pernah menjadi tim kreatif KKR (Kebaktian Kebangkitan Rohani) yang berisi testimoni orang-orang yang sakit lalu bisa sembuh karena menempuh jalan Yesus, mereka yang dulunya melarat bisa jadi sejahtera karena memilih jalan kebenaran Yesus, dan banyak lagi kesaksian yang mem­buat orang kagum.

Padahal semuanya itu adalah reka­yasa yang dilakukan oleh tim kreatif, kami mencari orang-orang yang mau bersaksi seperti itu lalu kami bayar. Pada intinya apa saja dilakukan untuk mem­berikan kesan yang menakjubkan.

Dilanda Keraguan

Kuliah yang saya jalani mengharus­kan saya untuk membaca banyak sekali buku literatur Islam. Tujuan semula, saya menguasai ilmu tentang Islam agar mudah meyakinkan orang yang akan saya murtadkan.

Tapi kenyataan berbeda jauh. Sema­kin saya mendalami Islam, semakin pula terbuka kedok dan kelemahan agama yang saya peluk. Di dalam Al-Qur’an sangat tegas sekali dinyatakan bahwa kafir mereka yang mengatakan Tuhan mempunyai anak. Banyak sekali hal yang menjadi pertanyaan saya yang dijawab tuntas oleh Al-Qur’an.

Mulailah saya mengalami kebim­bangan. Padahal waktu itu saya sudah benar-benar dipercaya baik oleh kalang­an gereja maupun kalangan Islam. Ma­lahan saya sempat berdakwah juga untuk kalangan Islam dan sempat aktif di partai politik berasaskan Islam.

Ternyata Islam telah memberikan ke­tenangan kepada saya. Islam bukan me­rupakan ajaran pasif, tapi mengajarkan pemeluknya agar kreatif, mengajarkan pemeluknya agar taat kepada perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Islam ternyata tidak seperti dulu saat di­ajarkan ketika saya Kristen bahwa ke­selamatan itu hanya ada dalam Kristen, pemeluk Islam itu bagian dari domba-domba sesat yang harus dikem­balikan kepada Kristen sebagai juru selamat. Islam agama yang sesat, Nabi Muham­mad adalah penulis Al-Qur’an, itu yang selalu dimasukkan ke dalam pikiran saya.

Ketika saya belajar Islam, ternyata jauh berbeda. Islam mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan manusia dan tidak ada pertentangan di dalamnya. Berbahagialah orang yang sudah Islam sejak lahir dan harusnya mereka lebih fokus dalam memahami dan mendalami agama Islam.

Kalau saya tidak mengalami kebim­bang­an, ini sebenarnya aset yang sa­ngat bagus untuk menghancurkan Islam, tapi itulah cahaya Islam, tidak bisa saya hindari. Muncul pertanyaan pada diri saya, apakah akan mendua terus seperti ini? Mengapa saya tidak bersikap saja dengan tegas?

Pada tahun 1999, akhirnya saya mengambil sikap, mengakhiri petualang­an bersikap mendua itu. Di sebuah masjid di kawasan Klender saya meng­ikrarkan diri menjadi seorang muslim de­ngan mengucapkan kalimah syahadat. Saya mendapat nama baru Abdul Jabbar.

Kalau dulu saya berdakwah pura-pura, setelah menjadi muslim saya ber­dakwah dengan sungguh-sungguh un­tuk menegakkan kalimah Alloh SWT. Saya datangi para pastor, pendeta, dan teman-teman misionaris dulu, saya ajak mereka untuk berdiskusi. Saya telusuri mereka yang dulu pernah saya murtad­kan, ada sebagian yang mau kembali ke Islam, tapi sebagian tidak mau. Itu tentu semua bergantung kepada hidayah Alloh SWT. Alhamdulillah ibu dan ayah saya serta saudara semua sudah dapat hidayah, menjadi muslim.

Fokus dakwah saya adalah tempat-tempat yang dijadikan sasaran peng­kris­tenan, seperti Mentawai, Papua, daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Memang sasaran pengkristenan adalah penduduk yang bodoh dan miskin.

Setiap pemeluk Kristen yang patuh adalah misionaris, mereka pasti punya misi untuk mengembangkan agamanya. Kalau ada yang tidak melakukan misi Kristen, berarti dia tidak sungguh-sungguh beragama Kristen.
Begitu juga dalam Islam, ada perin­tah “Sampaikanlah walau satu ayat”, dan setiap muslim sebenarnya adalah dai.

Waspada

Sebagai mantan misionaris yang su­dah banyak memurtadkan orang, saya berpesan, Kristenisasi harus diwas­pa­dai, keberhasilan mereka dari waktu ke waktu sangat signifikan. Kita harus mem­benahi umat kita, jangan terpedaya.

Ini juga menjadi tugas berat kita ber­sama, karena banyak umat Islam yang tidak paham dengan agama mereka. Inilah yang menjadi target operasi me­reka, yaitu muslim yang miskin dan bodoh. Mereka menargetkan, tahun 2020 merupakan tahun masa panen. Perbandingan Islam dengan Kristen di Indonesia harus fifty-fifty.

Sejak tahun 1970 program itu di­canangkan, dan hasilnya semakin nyata. Semakin lama umat Islam semakin berkurang, gereja tumbuh di Indonesia 160%, sedang masjid hanya 30%. Se­cara persentase kita juga sudah berku­rang. Menurut majalah Time, Juli 2010, umat Islam di Indonesia tinggal 73%. Padahal, tahun 1970-an kita masih 95%.

Rasululloh SAW sebenarnya sudah mengingatkan bahwa kebodohan men­dekatkan seseorang pada kesesatan, sedangkan kemiskinan mendekatkan pada kekufuran. Kaum muslimin yang bodoh dan miskin itulah yang digarap dengan berbagai cara.

Daerah-daerah minus mereka bantu, dana mereka melimpah. Kalau ada ben­cana, mereka paling cepat tanggap, lalu menebar budi dan nanti mendapat sim­pati. Mereka menurunkan laskar Kristus yang telah dilatih, lalu nantinya tinggal menuai panen.

Menjelang tahun 2020 daerah yang menjadi prioritas mereka adalah Jawa Barat dan Sumatera Barat. Kalau dua daerah ini sudah dikuasai, target 50%-50% akan dengan mudah menjadi kenyataan.

Kalau masih beranggapan itu seka­dar wacana, kita akan ketinggalan, dan bisa hancur, mereka sudah bisa berlari jauh. Cara penyusupan, cara berpura-pura seperti yang saya lakukan, di semua tempat mereka lakukan.

Umat Islam jangan bercerai berai, jangan terpecah-pecah, jangan terlalu sibuk dengan perbedaan yang furu’, sibuk dengan perbedaan yang ranting-ranting. Yang harus dikedepankan ada­lah persatuan. Mari kita benahi umat yang masih awam dengan agamanya, dan mari kita bersatu padu memben­dung pemurtadan.

Alhamdulillah saya telah Lulus S2 di Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta/UNJ dan sekarang saya aktif berdakwah dan bergabung di Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia/DDII Bekasi dan Alhamdulillah di amanahkan menjadi Ketua 1 DDII Bekasi yang Ketua Umumnya adalah KH. Ahmad Salimin Dani, Lc, MA serta menjadi Ketua Umum KAMRA/Komite Advokasi untuk Muslim Rohingya- Arakan. [Muhammad Faisal, S.Pd, M.MPd, Aktivis Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat, Pengamat PAUDNI/Pendidikan Anak Usia Dini dan Non Formal Informal, Alumnus S1 Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi/Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, S2 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (IMNI), Jakarta – Pasca Sarjana, konsentrasi Manajemen Pendidikan].

Komentar

ngepop

Produk Halal Indonesia Sasar Pasar Jepang

Ghirah dalam agama

Adab Islami Ziarah Kubur