Hartaku!


Belakangan ini ramai berseliweran dalam pemberitaan –baik media online maupun media offline—uang masuk kantong elit (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dengan nilai mulai dari ratusan juta rupiah sampai trilyunan rupiah. Entah haram entah halal, tak jelas. Mereka ingin memiliki harta (uang) sebanyak-banyaknya. Boleh jadi mereka, termasuk diri kita, memandang dunia sebagai tujuan hidup.
Yang terlintas di benaknya hanyalah “bagaimana caranya agar dapat hidup enak di dunia ini” --tidak lebih dari itu. Seakan-akan tidak pernah terlintas di hati ini bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Tak tertanam di benak bahwa Allah menjadikan dunia ini sebagai ladang untuk beramal buat bekal pulang kampung akhirat. Kita melihat manusia bermegah-megahan dalam segala hal sampai tidak sempat lagi beramal. Allah berfirman: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu-sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At Takaatsur: 1-2)
Boro-boro beramal buat bekal pulang kampung akhirat, bahkan kini banyak di antara manusia tak lagi percaya adanya kampung akherat. Dalam benak mereka juru dakwah hanyalah tukang ramal kehidupan masa depan. Bahkan dengan gaya melecehkan, mereka bertanya-tanya “apakah para juru dakwah itu pernah melihat kampung akherat?”

Kendati telah memasuki usia tua, mereka masih saja sibuk dengan aktivitasnya menumpuk harta, tanpa peduli seruan adzan dan kefakiran sosial di sekelilingnya. Padahal, tentang dunia ini, Allah Ta’ala telah mengingatkan melalui firman, “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan saling berbangga dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadiid: 20)
Diterangkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Seorang hamba akan mengatakan, ‘Hartaku! Hartaku!’. Padahal yang menjadi hartanya itu hanyalah yang dia makan lalu habis, apa yang dipakai lantas using, dan yang dia sedeqahkan, maka akan terus mengalir. Selain itu akan sirna dan ditinggalkan untuk orang lain.” 
Rakus harta memang tidak mengenal usia tua. Dalam Shahih Muslim dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah saw bersabda, “”Ibnu Adam akan menjadi tua, namun ada dua hal yang masih tetap bersamanya: rakus dan panjang angan-angan.”
Ibnu Asakir meriwayatkan dalam biografi Ahnaf bin Qais bahwa dia pernah melihat uang dirham di tangan seseorang, lalu dia bertanya, “Kepunyaan siapakah uang dirham itu?” Orang itu menjawab, “Milikku.” Ahnaf berkata, “Uang itu milikmu bila kamu belanjakan, baik untuk memperoleh pahala maupun dengan maksud bersyukur.”

Kemudian Ahnaf mengutip puisi dari seorang penyair: “Engkau dimiliki oleh harta, bila engkau manahannya//Bila engkau mendermakannya, maka harta itu milikmu.(Nugroho al Fakir)

Komentar

ngepop

sisi lain perjalanan mualaf yang masuk Islam karena menikah

Hukum Menagih Utang

Makanan Halal Lebih Sehat Dibandingkan Non-Halal? Ini Kata Ahli