Kejujuran Nabi Muhammad Dalam Berdagang

Walau wilayahnya gurun pasir yang tandus, tetapi letak jazirah Arabia sangat strategis, berada pada posisi pertemuan tiga benua; Asia, Afrika dan Eropa. Hal ini dimanfaatkan penduduk untuk berdagang. Pasar Ukaz di Makkah menjadi pusat perdagangan seluruh Arab, menjadi stasiun perhubungan antara Dunia Timur dengan Dunia Barat, antara Yaman di selatan dan Syam di utara, hingga Persi dan Ethopia di Afrika. Salah seorang dari pedagang itu adalah paman Nabi, Abdul Muthalib yang bertanggungjawab memelihara Muhammad sejak usia delapan tahun.



Walau Abdul Muthalib cukup disegani masyarakat Quraisy, tetapi dari segi kehidupannya jauh dari berkecukupan. Untuk meringankan beban pamannya, Nabi sering mengikuti kegiatan pamannya berdagang, kadang-kadang hingga ke negeri yang jauh seperti Syam (Syria sekarang). Mengikuti kafilah dagang hingga Syam ini sudah dilakoni Nabi waktu beliau masih usia 12 tahun. Tidak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang beliau dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya. Beliau pun tidak pernah mengurangi timbangan ataupun takaran. Nabi juga tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul.

Karena kejujurannya tersebut serta integritasnya yang tinggi, beliau di beri gelar al-Amin yaitu orang yang terpercaya atau orang yang bisa dipercaya. Kejujuran Muhammad (belum jadi Nabi) dalam berdagang ini menarik perhatian seorang pedagang kaya raya yang juga janda bernama Siti Khadijah. Ia meminta kesediaan Muhammad untuk memutarkan modal yang dimilikinya. Kepercayaan yang diberikan Khadijah tidak disia-siakan oleh Muhammad, terbukti beliau berhasil melipatgandakan kekayaan Khadijah.



Selanjutnya hubungan keduanya tidak berhenti sampai disitu saja, tetapi diteruskan dengan hubungan pernikahan. Muhammad pada usia 25 tahun menikah dengan Khadijah yang waktu itu berusia 40 tahun. Suatu hal yang istimewa dari cara Nabi berbisnis ialah bahwa yang dicari tidak laba semata, melainkan terjalinnya hubungan silaturrahim dan keridhaan Allah SWT. Bagi mereka yang tidak sanggup membayar dengan kontan, padahal kondisinya sangat membutuhkan, Nabi memberi tempo untuk melunasi. Tidak jarang terjadi, bagi yang betul-betul tidak sanggup membayar, beliau membebaskannya dari utang.

Tetapi kejujuran Nabi dalam berdagang dan bantuan beliau pada mereka yang lemah dan mereka yang terlilit utang bukannya membuat beliau rugi. Dalam kenyataannya, semua pihak senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau. Karena itu, walaupun tanpa menggunakan cara-cara licik dan melakukan penipuan, keuntungan yang beliau raih menjadi lebih besar. Sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah pedagang yang paling sukses dalam masyarakat Quraisy waktu itu. Bagi kita yang hidup pada masa sekarang yang bisa dipetik dari pengalaman Rasulullah adalah bahwa pedagang yang jujur itu akan sangat beuntung, bukannya malah buntung.

Wallahu a'lam bishawab
(http://nakulasuaraqalbu.blogspot.co.id/2011/02/kejujuran-nabi-muhammad-dalam-berdagang.html)

Komentar

ngepop

sisi lain perjalanan mualaf yang masuk Islam karena menikah

Hukum Menagih Utang

Makanan Halal Lebih Sehat Dibandingkan Non-Halal? Ini Kata Ahli