Kejujuran



Pada awal masa remajanya Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memiliki pekerjaan tetap. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa menggembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan beberapa dinar. (Fiqhus Sirah, Muhammad Al.Ghazaly, hal. 52)
Di usia 25 tahun, beliau pergi berdagang ke Syam, menjalankan barang dagangan milik Khadijah binti Khuwailid --seorang wanita pedagang, terpandang dan kaya raya. Khadijah biasa meminta bantuan orang-orang Quraisy untuk menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Saat mendengar kabar tentang kejujuran perkataan, kredibilitas, dan kemuliaan akhlak Muhammad, lalu Khadijah mengirimkan utusan dan menawarkan kepada beliau untuk menjalankan barang dagangannya dan siap memberikan imbalan yang lebih banyak daripada yang pernah diberikan oleh pegadang lain. Beliau harus pergi bersama seorang pembantu bernama Maisarah. Beliau pun menerima tawaran itu dan pergi berdagang ke Syam dengan disertai Maisarah. (Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/187-188)

Di tengah kaumnya, Rasulullah adalah orang yang paling utama kepribadiannya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, dan paling dapat dipercaya. Sampai kemudian beliau mendapat julukan Al-Amin. Keadaan beliau juga digambarkan oleh Khadijah Radhiallahu Anha, “Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapa saja yang hendak menegakkan kebenaran.” (Shahibul-Bukhary, 1/3)
Memasuki usia 40 tahun, Muhammad mulai mengemban amanah kerasulan dengan menerima wahyu kali pertama yang dalam mushaf Al-Quran termaktub dalam Surah Alaq ayat 1-5. Setelah digelari Al-Amin, barulah beliau memperoleh wahyu untuk syiar dan mengajarkan Islam. Arti kata, jujur dulu kemudian baru Islam. Sungguh berbeda dengan umat sekarang, Islam dulu dan jujur entah kapan. Sebab, kebanyakan dari kita sebagai Islam turunan dari orang tua. Tak pelak, kebohongan dan kemunafikan pun kini bertambah parah.
Kejujuran dan Islam itu ibarat pondasi dan bangunan yang saling menopang, mendukung dan mengikat satu sama lain. Islam tak akan tumbuh dan dan berdiri teguh dalam pribadi yang tidak jujur. Jika kejujuran tidak ada lagi dalam diri umat Islam, berarti yang bersangkutan tidak lagi beragama Islam karena pondasi bangunan ke-Islam-annya telah runtuh.
Adalah tidak kebetulan bilamana Rasulullah SAW sebelum menerima wahyu untuk mengajarkan dan mendakwahkan Islam, sedari kecil dalam kesehariannya telah berperilaku jujur (Al-Amin). Dari sini dapat dimaknai bahwa landasan Islam adalah kejujuran. Nabi Muhammad eksis bukan lantaran Islam-nya dulu, tapi kejujurannya yang utama, baru kemudian Islam. Dengan landasan kejujuran (honest) akan menumbuhkan kepercayaan (trust) dari masyarakat dan lingkungan sekitar.
Untuk mendapatkan Islam, dalam rentang sekitar 40 tahun, Allah SWT telah mempersiapkan Muhammad menjadi sosok yang jujur dan dapat dipercaya. Dengan sifat jujur dan dapat dipercaya, Muhammad menjadi manusia yang paling luhur budi-pekertinya. Bahkan, Allah SWT menjadi saksi melalui firman-Nya: …dan sesungguhnya, engkau mempunyai akhlak yang mulia.” (QS Al-Qalam [68]: 4)

Di tengah meruyaknya kebohongan dan kemunafikan masa kini, mari kita kembali meneladani Rasulullah Muhammad SAW dengan mengedepankan pondasi kejujuran dalam ber-Islam. Dengan kejujuran, kita akan terhindar dari ber-Islam secara sepotong-sepotong yang cenderung hanya menuruti hawa nafsu dan kepentingan duniawi. (*)        

Komentar

ngepop

sisi lain perjalanan mualaf yang masuk Islam karena menikah

Hukum Menagih Utang

Makanan Halal Lebih Sehat Dibandingkan Non-Halal? Ini Kata Ahli