Menahan Nafsu Amarah
Oleh Cut Ayu Mauidhah
SIAPA pun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan terkadang tidak bisa mengendalikan diri karena emosi yang sudah memuncak. Memang sifat marah merupakan tabi’at manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan tidak mau ditolak keinginannya. Nafsu amarah adalah satu musuh dalam (musuh batin) yaitu nafsu yang selalu memerintahkan kepada keburukan dan jauh lebih berbahaya dibandingkan musuh-musuh yang lainnya. Maka di bulan suci ramadhan ini tidak hanya menahan nafsu makan dan minum, namun juga dapat menahan amarah.
Apa pun amarah yang timbul dalam diri kita, kita dapat mengendalikannya, sehingga saat sesuatu yang menyebabkan kemarahan itu datang, kita bisa untuk tidak menuruti keinginan untuk melampiaskannya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan “Dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada nabi Saw: berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda: Jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: Janganlah menjadi orang pemarah.” (HR. Bukhari).
Tidak hanya dari hadis tersebut, namun Rasulullah saw sudah mengamalkan hal ini pada diri beliau sendiri. Tentu kita tahu bagaimana beliau bersikap ketika diludahi, dilempar dengan kotoran unta atau setiap hari dihina oleh seorang wanita Yahudi yang buta. Bukannya marah, tapi Rasulullah saw malah memaafkan dan menyuapi wanita buta itu dengan makanan hingga akhir hayat beliau. Sehingga akhirnya si wanita buta itu beriman kepada Allah. Begitulah salah satu akhlak mulia yang ada pada Rasulullah yang harus diteladani.
Gelap mata
Di samping itu juga, sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka. Karena dengan kemarahan, seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi dirinya.
Oleh karena itu, umat muslim yang bertakwa kepada Allah Swt, meskipun tidak luput dari sifat marah, akan tetapi karena mereka selalu berusaha melawan keinginan nafsu. Sehingga mereka mampu meredam kemarahan mereka karena Allah Swt, sebagaimana firman-Nya: “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah Azza wa Jalla menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Maksudnya jika mereka disakiti orang lain yang memancing kemarahan, mereka tidak memperturutkan hawa nafsu mereka (demi melampiaskan kemarahan), akan tetapi sebaliknya, mereka (justru berusaha) menahan kemarahan dalam hati mereka dan bersabar untuk tidak membalas perlakuan orang yang menyakiti mereka.
SIAPA pun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan terkadang tidak bisa mengendalikan diri karena emosi yang sudah memuncak. Memang sifat marah merupakan tabi’at manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan tidak mau ditolak keinginannya. Nafsu amarah adalah satu musuh dalam (musuh batin) yaitu nafsu yang selalu memerintahkan kepada keburukan dan jauh lebih berbahaya dibandingkan musuh-musuh yang lainnya. Maka di bulan suci ramadhan ini tidak hanya menahan nafsu makan dan minum, namun juga dapat menahan amarah.
Apa pun amarah yang timbul dalam diri kita, kita dapat mengendalikannya, sehingga saat sesuatu yang menyebabkan kemarahan itu datang, kita bisa untuk tidak menuruti keinginan untuk melampiaskannya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan “Dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada nabi Saw: berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda: Jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: Janganlah menjadi orang pemarah.” (HR. Bukhari).
Tidak hanya dari hadis tersebut, namun Rasulullah saw sudah mengamalkan hal ini pada diri beliau sendiri. Tentu kita tahu bagaimana beliau bersikap ketika diludahi, dilempar dengan kotoran unta atau setiap hari dihina oleh seorang wanita Yahudi yang buta. Bukannya marah, tapi Rasulullah saw malah memaafkan dan menyuapi wanita buta itu dengan makanan hingga akhir hayat beliau. Sehingga akhirnya si wanita buta itu beriman kepada Allah. Begitulah salah satu akhlak mulia yang ada pada Rasulullah yang harus diteladani.
Gelap mata
Di samping itu juga, sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka. Karena dengan kemarahan, seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi dirinya.
Oleh karena itu, umat muslim yang bertakwa kepada Allah Swt, meskipun tidak luput dari sifat marah, akan tetapi karena mereka selalu berusaha melawan keinginan nafsu. Sehingga mereka mampu meredam kemarahan mereka karena Allah Swt, sebagaimana firman-Nya: “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah Azza wa Jalla menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Maksudnya jika mereka disakiti orang lain yang memancing kemarahan, mereka tidak memperturutkan hawa nafsu mereka (demi melampiaskan kemarahan), akan tetapi sebaliknya, mereka (justru berusaha) menahan kemarahan dalam hati mereka dan bersabar untuk tidak membalas perlakuan orang yang menyakiti mereka.
Mungkin kita pernah mendengar bahwa menahan amarah dan
memendamnya dalam hati justru dapat menimbulkan stress yang berujung
pada gangguan kesehatan jasmani maupun jiwa. Iyaahh..berdasarkan dalam
ilmu psikologi hal tersebut memang mungkin bisa terjadi. Secara psikis,
seseorang yang hanya menahan amarah saja lama kelamaan bisa menimbulkan
stress, apalagi kalau kekesalan, kekecewaan dan sakit hati itu terjadi
berulang kali dan diingat terus menerus. Tetapi dalam islam terdapat
solusi untuk mengatasi stress yang terjadi dalam diri seseorang yaitu
sesuai dengan surat Ali - imran ayat 134 di atas Allah SWT menjelaskan
bahwa: “menahan amarah hendaknya senantiasa diikuti dengan memaafkan
kesalahan orang”. Dengan menahan amarah sekaligus ikhlas memaafkan
kesalahan orang yang menyakiti hati kita karena Allah, insya Allah jiwa
kita akan terasa lebih lega dan tenteram. Tidak ada stress dan sakit
hati lagi setelah itu, karena kita sudah memaafkannya. Memang dalam
prakteknya, menahan amarah itu tidaklah semudah mambalikkan telapak
tangan. Apalagi menahan amarah pada saat kita punya peluang untuk
menyalurkannya. Namun justru disitulah tantangannya yang akan dibalas
Allah dengan balasan terbaik. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan hadist
dari Anas Al Juba’i, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa
yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah
menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh
memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad dengan sanad Hasan).
Menghilangkan amarah
Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sehingga Rasulullah pun mengajarkan bagaimana cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya, di antaranya yang dilakukan Rasulullah saw adalah:
Pertama, membaca ta’awudz ketika marah. Nabi Saw bersabda: “Jika seseorang yang marah mengucapkan: A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah Swt) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR. Ibu `Adi dalam al-Kamil).
Kedua, dengan duduk. Apabila dengan taawudz kemarahan belum hilang maka dilakukan dengan duduk, tidak boleh berdiri. Nabi Saw bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR. Ahmad)
Ketiga, tidak berbicara. Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Keempat, berwudhuk. Sesungguhnya marah itu dari setan. Dan setan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bisa direndam dengan berwudhuk. Dan, kelima, memberi maaf dan bersabar. Ini adalah salah satu sifat Rasulullah yaitu dengan selalu memaafkan orang lain dan sabar dalam menghadapi masalah.
Di bulan yang penuh rahmat ini kita sedang gencar-gencarnya mencari dan mengumpulkan pahala. Maka di bulan Ramadhan ini marilah kita dapat mengendalikan amarah yang ada dalam diri dengan memaafkan karena Allah. Berlatih untuk selalu bersabar dan bersikap tenang ketika menghadapi suatu masalah serta isilah bulan puasa ini dengan menghabiskan waktu untuk beribadah seperti membaca Alquran, zikir, baca buku ilmu pengetahuan dan atau hal-hal lainnya yang positif dan bermafaat bagi diri sendiri serta juga bagi orang lain. Semoga!
Cut Ayu Mauidhah, Alumnus Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Langsa. Email: mauidhahcutayu@yahoo.com
Menghilangkan amarah
Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sehingga Rasulullah pun mengajarkan bagaimana cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya, di antaranya yang dilakukan Rasulullah saw adalah:
Pertama, membaca ta’awudz ketika marah. Nabi Saw bersabda: “Jika seseorang yang marah mengucapkan: A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah Swt) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR. Ibu `Adi dalam al-Kamil).
Kedua, dengan duduk. Apabila dengan taawudz kemarahan belum hilang maka dilakukan dengan duduk, tidak boleh berdiri. Nabi Saw bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR. Ahmad)
Ketiga, tidak berbicara. Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Keempat, berwudhuk. Sesungguhnya marah itu dari setan. Dan setan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bisa direndam dengan berwudhuk. Dan, kelima, memberi maaf dan bersabar. Ini adalah salah satu sifat Rasulullah yaitu dengan selalu memaafkan orang lain dan sabar dalam menghadapi masalah.
Di bulan yang penuh rahmat ini kita sedang gencar-gencarnya mencari dan mengumpulkan pahala. Maka di bulan Ramadhan ini marilah kita dapat mengendalikan amarah yang ada dalam diri dengan memaafkan karena Allah. Berlatih untuk selalu bersabar dan bersikap tenang ketika menghadapi suatu masalah serta isilah bulan puasa ini dengan menghabiskan waktu untuk beribadah seperti membaca Alquran, zikir, baca buku ilmu pengetahuan dan atau hal-hal lainnya yang positif dan bermafaat bagi diri sendiri serta juga bagi orang lain. Semoga!
Cut Ayu Mauidhah, Alumnus Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Langsa. Email: mauidhahcutayu@yahoo.com
Komentar
Posting Komentar