8 Teladan Kepemimpinan Rasulullah Saw
Dewasa ini kita selalu
dihadapkan dengan sebuah pernyataan dan kenyataan, bahwa bangsa ini
sedang menghadapi krisis Multi Dimensional. Begitu parah krisis yang
dihadapi, sehingga susah mengambil benang merahnya sisi mana yang lebih
dominan dan mana yang harus didahulukan, bahkan belum ditemukan solusi
yang jitu dalam penyelesaiannya, akhirnya bangsa ini tidak jelas jati
dirinya di mata dunia.
اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
اللهُ وَ رَسُوْلُه وَ الَّذِيْنَ امَنُوا الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ
الصَّلوةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكوةَ وَ هُمْ رَاكِعُوْنَ
Sesungguhnya penolong
kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan tunduk kepada Allah. [QS.
Al-Maidah : 55]
وَ مَنْ يَّتَوَلَّ اللهَ وَ رَسُوْلَه وَ الَّذِيْنَ امَنُوْا فَاِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ اْلغلِبُوْنَ
Dan barangsiapa yang
mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang. [QS. Al-Maidah : 56]
Padahal kalau kita
berkaca kepada krisis yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW pada masanya,
justru dengan mudah beliau menyelesaikannya, nyaris penyelesaiannya
tanpa kekerasan dan pemaksaan, justru hanya dengan penerapan akhlakul
karimah sebagai andalannya. Strategi yang dilakukan oleh Rasulullah,
sesuai dengan sabdanya 'Ibda' Binafsik yang artinya "Mulailah dari diri
anda".
Jika dilihat makna Ibda'
binafsik secara terminologi sosial, maka kata 'diri' (anfus, nafs),
mengingatkan kita pada 'individu'. (bahwa), "perubahan struktural tak
akan pernah terjadi tanpa didahului perubahan kultural, dan perubahan
kultural tak akan pernah terjadi tanpa perubahan inidividual," sehingga
dapat dikatakan perubahan individual itu adalah induk dari segalanya.
Melihat akan
keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam mengatasi krisis Multi dimensial,
sudah saatnya kita menteladaninya karena beliau adalah contoh teladan
terbaik dan tipologi ideal paling prima. Hal ini digambarkan oleh
al-Quran surat Al-Ahzab, 33: 21 yang berbunyi:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesunggunya pada diri
Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan
harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada
Allah."
Strategi Ibda' Binafsik ( memulai dari sendiri ) yang dilakukan oleh Rasulullah, didukung oleh beberapa faktor penting:
Pertama , kualitas moral-personal yang prima, yang dapat disederhanakan menjadi empat sebagai sifat wajib bagi Rasul, yakni:
siddiq, amanah, tabligh,
dan fahtanah: jujur, dapat dipercaya, menyampaikan apa adanya, dan
cerdas. Keempat sifat ini membentuk dasar keyakinan umat Islam tentang
kepribadian Rasul saw.
Kehidupan Muhammad sejak
awal hingga akhir memang senantiasa dihiasi oleh sifat-sifat mulia ini.
Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, ia telah memperoleh gelar
al-Amin (yang sangat dipercaya) dari masyarakat pagan Makkah.
Kedua , Integritas.
Integritas juga menjadi bagian penting dari kepribadian Rasul Saw. yang
telah membuatnya berhasil dalam mencapai tujuan risalahnya. Integritas
personalnya sedemikian kuat sehingga tak ada yang bisa mengalihkannya
dari apapun yang menjadi tujuannya.
Ketiga, kesamaan di depan hukum. Prinsip kesetaraan di depan hukum merupakan salah satu dasar terpenting
Keempat , Penerapan pola
hubungan egaliter dan akrab. Salah satu fakta menarik tentang
nilai-nilai manajerial kepemimpinan Rasul saw. adalah penggunaan konsep
sahabat (bukan murid, staff, pembantu, anak buah, anggota, rakyat, atau
hamba) untuk menggambarkan pola hubungan antara beliau sebagai pemimpin
dengan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Sahabat dengan
jelas mengandung makna kedekatan dan keakraban serta kesetaraan.
Kelima , kecakapan
membaca kondisi dan merancang strategi. Keberhasilan Muhammad saw.
sebagai seorang pemimpin tak lepas dari kecakapannya membaca situasi dan
kondisi yang dihadapinya, serta merancang strategi yang sesuai untuk
diterapkan. Model dakwah rahasia yang diterapkan selama periode Makkah
kemudian dirubah menjadi model terbuka setelah di Madinah, mengikuti
keadaan lapangan. Keberhasilan Rasul saw. dan para sahabatnya dalam
perang Badr jelas-jelas berkaitan dengan penerapan sebuah strategi yang
jitu.
Keenam , tidak mengambil
kesempatan dari kedudukan. Rasul Saw. wafat tanpa meninggalkan warisan
material. Sebuah riwayat malah menyatakan bahwa beliau berdoa untuk mati
dan berbangkit di akhirat bersama dengan orang-orang miskin. Jabatan
sebagai pemimpin bukanlah sebuah mesin untuk memperkaya diri. Sikap
inilah yang membuat para sahabat rela memberikan semuanya untuk
perjuangan tanpa perduli dengan kekayaannya, sebab mereka tidak pernah
melihat Rasul saw. mencoba memperkaya diri.
Kesederhanaan menjadi
trade mark kepemimpinan Rasul saw. yang mengingatkan kita pada sebuah
kisah tentang Umar ibn al-Khattab. Seseorang dari Mesir datang ke
Madinah ingin bertemu dan mengadukan persoalan kepada khalifah Umar ra.
Orang tersebut benar-benar terkejut ketika menjumpai sang khalifah duduk
dengan santai di bawah sebatang kurma.
Ketujuh, visioner
futuristic. Sejumlah hadits menunjukkan bahwa Rasul SAW. adalah seorang
pemimpin yang visioner, berfikir demi masa depan (sustainable). Meski
tidak mungkin merumuskan alur argumentasi yang digunakan olehnya, tetapi
banyak hadits Rasul saw. yang dimulai dengan kata "akan datang suatu
masa", lalu diikuti sebuah deskripsi berkenaan dengan persoalan
tertentu. Kini, setelah sekian abad berlalu, banyak dari deskripsi
hadits tersebut yang telah mulai terlihat dalam realitas nyata.
Kedelapan, menjadi
prototipe bagi seluruh prinsip dan ajarannya. Pribadi Rasul Saw.
benar-benar mengandung cita-cita dan sekaligus proses panjang upaya
pencapaian cita-cita tersebut. Beliau adalah personifikasi dari misinya.
Terkadang kita lupa bahwa kegagalan sangat mudah terjadi manakala
kehidupan seorang pemimpin tidak mencerminkan cita-cita yang
diikrarkannya. Sebagaimana sudah disebut di atas, Rasul saw. selalu
menjadi contoh bagi apa pun yang ia anjurkan kepada orang-orang di
sekitarnya.
Selaku umat Islam,
merupakan kewajiban bagi kita untuk mengikuti, mencontoh dan menteladani
semua perilaku terpuji rasulullah yang lebih dikenal dengan istilah
akhlakul karimah. Akhlakul karimah tersebut dapat kita temui dalam
berbagai literatur baik berupa sirah nabawiyah, riwayat-riwayat sahabat
beliau, maupun firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an yang Rasullau
selalu memulainya dari diri belia sendiri.
Sebagai Orang tua ketika
menyuruh anaknya untuk tidak merokok atau mengkonsumsi narkoba maka
seharusnya kita memulai diri berkomitmen untuk tidak melakukan hal yang
sama (merokok dan mengkonsumsi narkoba). Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam Surat Asshaf : 2.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?" (QS 61 :2)
Wallahua'lam bishowwab
(http://www.pusatalquran.com)
Komentar
Posting Komentar