Mengenal Akhlak dan Pendidikan Ali

Ali bin Abi Thalib sangat mementingkan pendidikan masyarakat dan berusaha untuk mengobati penyimpangan akhlak yang terjadi dalam diri manusia yang berakar yang sangat dalam. Ia menyebutkan obat paling penting dan asasi demikian: “Ketahuilah, sesungguhnya cinta dunia adalah pokok segala kesalahan”. Ali a.s. menjelaskan sebab utama dari cinta dunia ketika menerangkan sebab-sebab persekongkolan untuk membuangkan prinsip-prinsip Nabi saw. oleh para khalifah. Rahasia saat mereka merampok kepemimpinan darinya padahal mereka tahu benar akan banyaknya teks-teks hadis Nabi saw. yang menyebutkan bahwa kepemimpinan setelah beliau berada di tangan Ali bin Abi Thalib. Ali berkata, ‘Tidak, mereka telah mendengar hadis-hadis tentang kepemimpinanku dan sadar akan keberadaannya, akan tetapi keindahan dunia telah menghiasi mata mereka.
      Akibat dari kecintaan yang sangat adalah manusia akan mempergunakan segala macam cara untuk mencapai tujuannya. Kecintaan terhadap sesuatu sering membuat sang pencinta menjadi buta dan tuli. Oleh karenanya, para khalifah mencari-cari alasan dengan segala macam cara sebagai pembenaran kelayakan mereka sebagai khalifah. Alasan-alasan inilah yang dibantah dengan sangat kuat dan indah oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi mereka tetap bersikeras untuk tetap melakukan apa yang sudah mereka rencanakan sebelumnya berhadapan dengan sikap Ali. Dan bila ditanyakan kepada Ali tentang obat paling manjur untuk mengobat penyakit yang telah menghunjam dalam peyimpangannya, beliau pasti akan berkata bahwa obatnya adalah sebagaimana yang disebutkannya secara detil tentang orang yang bertakwa (muttakin) dalam salah satu khotbahnya yang terkenal dengan sebutan khotbah Hammam (nama salah seorang sahabatnya yang bertanya tentang sifat mukmin). Ali menjelaskan rahasia bagaimana orang-orang muttakin bisa sampai kepada derajat kesempurnaan yang demikian karena ketakwaan. Beliau berkata, ‘Allah swt sebagai pencipta agung di mata dan jiwa mereka sementara mereka memandang selain-Nya adalah kecil’. Demikianlah sebuah makrifat hakiki tentang Allah yang menjadi sebab bagaimana dunia bisa rendah dan kecil di mata orang-orang muttakin. Bila dunia telah kecil dan rendah di mata mereka maka dunia tidak bisa menjadi tujuan dan tidak akan dikejar secara sungguh-sungguh untuk dapat memilikinya. Bahkan yang terjadi adalah mereka tidak rakus untuk memiliki dunia sebagaimana Ali bin Abi Thalib tidak tamak akan dunia. Beliau menerima untuk tidak menjadi khalifah ketika Quraisy memaksanya untuk meninggalkan dan berlepas tangan dari kekhalifahan dengan ucapanya, ‘Kekhalifahan telah membuat orang-orang menjadi egois dan jiwa  menjadi kikir  sementara untuk sebagian orang lain jiwa mereka menjadi celaka. Hakim adalah Allah swt dan janji yang disampaikan akan ditemui di hari kiamat’.
      Dari sini dalam masyarakat Islam ada dua kelompok akhlak dan moral yang berbeda bahkan saling bertentangan; moral yang dipraktekkan oleh Ali bin Abi Thalib menjauhkan politik machiaveli dan moral yang lain dipraktekkan oleh para khalifah yang meyakini pembenaran capaian tujuan dengan segala macam cara. Tampak bagaimana dalam asalah kekhalifahan Ali lebih memilih zuhd dan meninggalkannya sementara selainnya begitu rakus dan tamak meraih dan merebutnya dari tangan orang yang berhak.[1]
Mengenal Doa dan Munajat Ali
Sebagaimana para imam yang lain, Ali bin Abi Thalib juga memberikan perhatian yang besar tentang doa dan munajat. Tentunya, setelah Al-Quran membuka masalah ini dengan berbicara kepada Rasulullah saw. Allah swt. Berfirman: “Katakanlah, Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian bila tidak karena doa yang kalian panjatkan”.
Ali bin Abi Thalib menjelaskan arti-penting doa lewat teks-teks yang diriwayatkan darinya, di samping perilaku beliau sendiri. Ali bin Abi Thalib berkata: “Doa adalah senjata para wali Allah”.
      Nahjul Balaghah sendiri memuat doa-doa yang bernilai tinggi di berbagai bidang. Doa-doa Ali a.s. dikumpulkan dalam sebuah kitab yang dikenal dengan nama Shahifah Alawiyah. Di antara doa-doa pilihan adalah doa Kumail, doa Shabah dan munajat Sya’baniyah. Berikut ini beberapa penggalan dari munajat puitis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib:
Segala puji atas-Mu, wahai pemilik derma, kebesaran dan keluhuran
Berkah-Mu sampai kepada siapa yang diinginkan atau tidak
Tuhanku, penciptaku, pelindungku dan harapan perlindunganku
Aku akan memohon kepada-Mu meski aku sulit atau senang
Tuhan!
Bila dosa-dosaku besar dan banyak
Ampunan-Mu lebih besar dan luas
Tuhan!
Andai kuikuti semua keinginanku
Kini aku di taman penyesalan mengapa kulakukan semua itu?
Tuhan!
Engkau melihat keadaanku, kefakiranku dan kebingunganku
Engkau mendengar munajatku sekalipun kupelankan suaraku
Tuhan!
Jangan Engkau putuskan harapan yang kutambatkan pada-Mu
Jangan biarkan putus asaku karena harapanku hanyalah Engkau
Tuhan!
Bbila Engkau putuskan harapanku dan mengusirku dari-Mu
Kepada siapa kuberharap dan kepada siapa kupinta syafaat
Tuhan!
Bebaskan aku dari azab-Mu karena sesungguhnya
Aku terpenjara dan rendah
Aku tunduk  dan takut kepada-Mu
Tuhan!
Bila Engkau menyiksaku selama ribuan  tahun
Aku tahu bahwa benang harapan dari-Mu tak akan terputus
Tuhanku!
Bila Engkau hanya mengampuni orang-orang baik
Siapa yang akan memaafkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya?
Tuhan!
Orang yang merindukan-Mu
Melewatkan  malam-malamnya tanpa tidur
Memohon dan bermunajat hingga pagi lupa melaksanakan salat subuh[2]
Mengenal Sastra Ali
Nahjul Balaghah dan kitab-kitab lainnya yang ditulis untuk melestarikan khazanah intelektual Ali bin Abi Thalib dapat dijumpai secara mudah. Bahkan khazanah ini dikemas dalam bentuk sedemikian puitis tanpa merusak kaidah-kaidah syair Arab. Keindahan dan keunggulan ini membuat orang sadar akan nilai dan pribadi Ali bin Abi Thalib, dalam pidato, surat, kata-kata mutiaranya, dan dalam puisi dan sastra Arab. Tidak berlebihan bila dikatakan, sebagaimana penilaian para ahli sastra, bahwa sastra Ali bin Abi Thalib a.s adalah sastra terbaik yang pernah dikenal oleh sejarah dari sisi kaidah, kedalaman dan pesan-pesan yang dikandungnya.[3]
      Berikut ini adalah beberapa contoh dari syair Ali bin Abi Thalib dalam beberapa tema, tentunya setelah dapat dipastikan bahwa syair-syiar ini tercatat dalam diwan (koleksium syair) yang dinisbatkan kepadanya. Ini diperkuat oleh sebagian ahli sejarah yang memberikan kesaksian dan mengutip bait-bait syairnya.[4]
      Ali bin Abi Thalib a.s. mengucapkan melantunkan syiar untuk mengenang kematian sang ayah tercinta:
Abu Thalib pelindung para penuntut lindungan
Bak hujan curah, bak cahaya di kegelapan
Kepergianmu tlah merusak rantai pelindung
Dari Allah Pemberi nikmat  salawat atasmu
Tuhanmu restui perbuatanmu
Paman terbaik bagi Musthafa[5]
Al-Jahizh Al-Baladzari menuturkan: “Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi yang paling pandai dan fasih merangkai syair, orator yang tak tertandingi, dan terutama dalam seni tulis. Pada hari Ghadir Khum, Ali pernah melantunkan syair demikian:
Rasul menolong kami kala  mereka berselisih dan bermusuhan
Kaum muslimin yang sadar kembali padanya
Kami arahkan mereka yang sesat demi hormai Rasul
Kala mereka belum melihat jalan dan petunjuk yang benar
Kala Rasul membawa hidayah, kami semua
Senantiasa menaati Allah, kebenaran dan takwa
Dalam Tadzkirah Al-Khawash, Sibth bin Al-Jauzi meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib a.s. bersyair:
Tamak akan dunia memaksa orang untuk mengaturnya
Bagimu kejernihan dunia telah dikeruhkan
Mereka tak temukan rezeki dunia dengan akal
Mereka temukan rezeki dengan takaran
Bahkan dengan kekuatan atau perang
Bak burung pemburu temukan  rezeki burung gereja
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib a.s.:
Penyakitmu ada pada dirimu sendiri, sayang tak sadar
Obatnya pun dari dirimu sendiri, sayang  tak tak peduli
Akankah kau anggap dirimu sebongkah kecil
Kala rahasia alam besar dalam dirimu
Salawat dan salam atasmu, wahai ayah Hasan dan Husein!
Wahai penghulu sastrawan!
Salam atasmu pada hari kelahiran, hari keimanan, hari perjuangan, hari kesabaran, hari ketika engkau menempatkan hukum di atas segala-galanya, hari ketika engkau syahid dengan penuh kesabaran, dan hari ketika engkau dibangkitkan kembali, hari di mana engkau menuntun para pecintamu menuju telaga kautsar sampai surga na’im!(balaghah.net)

[1] . Al-Mu’jam Al-Maudhu’i li Nahjul Balaghah, hal 282-356, 194-214, 152-169 dan 374-379. Tashnif Ghurar Al-Hikam, Al-Qism Al-Akhlaqi, hal 205-323 dan 127-147.
[2] . As-Shahifah Al-Alawiyah wa Mafatih Al-Jinan.
[3] . DR. Mahmud Al-Bustani, Tarikh Al-Adab Al-Arabi fi Dhau Al-Manhaj Al-Islami: Adab Al-Imam Ali bin Abi Thalib a.s.
[4] .  Sayyid Muhsin Al-Amin, Fi Rihab Aimmah Ahl Al-Bait a.s., jilid 2, hal 301-313.
[5] . Al-Ghadir, jilid 3, hal 107 dan jilid 7, hal 378-379.

Komentar

ngepop

Upacara Natal Bersama Haram

Bos Properti Jepang Jadi Mualaf Setelah Membangun Masjid Untuk Karyawannya

19 TANDA KEMATIAN YANG MULIA (KHUSNUL KHATIMAH)