Menyongsong Kematian yang Membahagiakan

Hampir semua orang meyakini akan mati, namun hanya segelintir orang yang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Syaithan senantiasa memperdayakan manusia untuk berpanjang angan-angan hingga menyangka bahwa kematian tidak datang tiba-tiba. Tidak sedikit orang yang membayangkan bahwa kematian itu akan datang kelak setelah tua. Padahal, realitasnya tidak demikian. Kematian akan datang kapan saja, di mana saja.
Firman Allah Ta’ala:
“Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” (An Nisa: 78)
Untuk menghadapi kematian ada beberapa hal yang patut dilakukan:
1. Ingat akan mati dan akhirat
Yakin akan mati tiada gunanya tanpa beriman akan akhirat. Orang-orang beriman memahami bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan akhirat.
Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dalam salah satu khutbahnya pernah menyampaikan:
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi kalian dunia agar dengannya kalian dapat memperoleh akhirat. Dia tidaklah memberikan dunia itu kepada kalian agar kalian berlutut kepadanya. Sungguh, dunia itu fana, sedangkan akhirat itu kekal abadi. Janganlah yang fana itu melalaikan kalian dan melupakan kalian dari akhirat yang kekal. Utamakanlah yang kekal daripada yang fana. Sebab, sungguh dunia itu akan putus hubungan dan sungguh tempat kembali itu hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan umatnya untuk mengingat kematian dalam hadits yang diriwayatkan At Turmudzi:
“perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur kelezatan (kematian)”.
Bahkan, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberitakan:
“Andaikan saja hewan-hewan itu mengetahui kematian seperti yang diketahui oleh anak-anak Adam niscaya kalian tidak akan memakan dagingnya dalam keadaan gemuk.”

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang terkenal tegas dan kukuh dalam membela kebenaranpun senantiasa teringat akan kematian. Beliau menangis saat mendengarkan ayat-ayat tentang akhirat. Bahkan cincin yang dikenakannya bertuliskan: “Kematian itu sudah cukup sebagai peringatan, wahai Umar!”
2. Selalu merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (muraqabatullah)

“Tiadalah satu perkataan pun yang diucapkan seseorang melainkan di sisinya ada Raqib dan Atid” (Qaaf: 18)
Baik sendirian maupun bersama orang lain, Allah tak pernah luput perhatian-Nya.
3. Senantiasa introspeksi diri
Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala . Senantiasa koreksi kesalahan yang dilakukan dan renungi betapa banyak kesalahan dan dosa yang kita perbuat. Saat kita temukan perbuatan kita bertentangan dengan syara’, bersegeralah beristighfar dan bertaubat diikutim perbuatan baik. Saat menemukan diri berbuat kebajikan, pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala, alhamdulillah. Kemudian berupaya mempertahankan dan meningkatkannya.
4. Memperbanyak amal kebaikan
Hidup merupakan pengembaraan dengan kampung akhirat sebagai tujuan akhir. Semakin bertambah usia berarti semakin dekat pada pintu kematian. Hal yang penting adalah persiapan. Bila persiapan bagi seorang musafir adalah makanan, minuman, dan tempat berteduh, maka persiapan menuju kampung akhirat adalah amal kebaikan dalam ketakwaan.

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (Al Baqarah: 197)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan:
“bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal; apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahi segala-galanya, atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia adalah sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah sesuatu yang sangat berat dan sangat menakutkan.” (HR. At Turmudzi)
Wallahu’alam bishowab.
sumber: https://muhajirinakhirzaman.wordpress.com

Komentar

ngepop

Upacara Natal Bersama Haram

Bos Properti Jepang Jadi Mualaf Setelah Membangun Masjid Untuk Karyawannya

19 TANDA KEMATIAN YANG MULIA (KHUSNUL KHATIMAH)