BELAJAR DARI AKHLAK IMAM AL ALBANI


DALAM MENGHORMATI AHLI ILMU

Sekilas bagi saya ketika membaca kritikan-kritikan Imam Al Albani kepada Aimah hadist lainnya dalam kitab-kitab takhrij beliau, ada kesan beliau merendahkan para Aimah tersebut, namun ketika dikaji lebih dalam, sebenarnya beliau adalah ulama yang sangat menghormati ahli ilmu, terlebih lagi para Aimah sebelumnya. Barangkali kesan ini timbul karena gaya bahasa beliau yang tanpa “tedeng aling-aling” mengkritik mereka secara ilmiah. Namun sejatinya Imam Al Albani banyak mengambil faedah dari mereka.
Salah satu contohnya adalah ketika Imam Al Albani melakukan kritik terhadap kitab Fiqhus sunnah karya Syaikh Sayyid Saabiq, yang beliau namai karyanya tersebut dengan nama تمام المنة في التعليق على فقه السنة” (Anugerah yang sempurna dalam ta’liq terhadap Fiqhus Sunnah). Beliau berkata dalam Mukadimah “Tamaamul Minnah” (cet. Daarur Rayah) (hal. 12-13), ketika menjelaskan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam Fiqhus Sunah :
يمكن حصر هذه الأخطاء على وجه التقريب فيما يلي:
1 – أحاديث كثيرة سكت المؤلف عليها وهي ضعيفة.
2 – أحاديث أخرى قواها وهي عند التحقيق واهية.
3 – أحاديث ضعفها وهي صحيحة أو لها أسانيد أخرى صحيحة.
4 – أحاديث ينسبها لغير “الصحيحين” وهي فيهما أو في أحدهما.
5 – أحاديث يعزوها لأحد “الصحيحين” وغيرها ولا أصل لها فيهما.
6 – أحاديث يوردها ولا وجود لها في شيء من كتب السنة.
7 – سوق الحديث من طريق صحابي يسميه برواية جماعة من المحدثين وهو عند بعضهم عن صحابي آخر أو أكثر.
8 – عزوه الحديث لمخرجه ساكتا عليه مع أن مخرجه الذي نسبه إليه عقبه بما يقدح في صحته
9 – عدم تتبعه أدلة المسائل فكثيرا ما يسوق المسائل دون دليل يؤيدها وأحيانا يحتج لها بالقياس مع أنه يوجد فيها حديث صحيح وتارة يستدل بالعموم وفيها دليل خاص.
10 – عدم استقصائه مسائل الفصل مثل “الأغسال المستحبة” ونحوها.
11 – إيراده في المسالة الواحدة أقوالا متعارضة دون أن يرجح إحداها على الأخرى.
12 – اضطراب رأيه في بعض المسائل في المكان الواحد فيختار في أول البحث ما ينقضه في خاتمته.
13 – ترجيحه من الأقوال والآراء المتعارضة ما لا يستحق الترجيح لضعف دليله وقوة دليل مخالفه.
14 – مخالفته الحديث الصحيح الذي لا معارض له من الحديث في غير ما مسألة.
وهذا النوع الأخير من أنكر ما وقع للمؤلف فإنه لا يتفق في شيء مع توجيه المؤلف في الكتاب الناس إلى الأخذ بالسنة ولاسيما إذا عرفت أن عذره في المخالفة المشار إليها هو عدم أخذ الجمهور بالحديث في بعض المسائل أو عدم علمه بمن عمل به في مسألة أخرى وهذه هي شبهة المقلدين في رد السنن ومحاربتها وسيأتي كلام الإمام الشافعي الذي يبطل هذه الشبهة ويستأصل شأفتها جزاه الله خيرا
“Mungkin dapat dibatasi kesalahan-kesalahan yang ada, kurang lebih sebagai berikut :
  1. Hadits-hadits yang banyak didiamkan penulis (Syaikh Sayyid Sabiq) adalah lemah statusnya.
  2. Hadits-hadits yang dikuatkan penulis, setelah ditahqiq ternyata lemah.
  3. Hadits-hadits yang dilemahkan penulis, ternyata shahih atau ia memiliki jalan lain yang shahih.
  4. Hadits-hadits yang dinisbahkan kepada selain Bukhori-Muslim, ternyata sebenarnya ada didalam Bukhori-Muslim atau salah satunya.
  5. Hadits-hadits yang penulis sandarkan kepada Bukhori-Muslim atau selainnya, ternyata tidak terdapat disana.
  6. Hadits-hadits yang dibawakan penulis, ada yang sama sekali tidak terdapat didalam kitab sunnah.
  7. Menyebutkan hadits dari jalan sahabat yang disebutkan berasal dari riwayat sekelompok ulama hadits, namun sebenarnya dalam kitab para ulama ia berasal dari sahabat lain atau lebih dari seorang sahabat.
  8. Menyandarkan hadits kepada ulama yang meriwayatkannya, namun mendiamkan komentarnya, padahal ulama yang meriwayatkan tadi, mengkritik keshahihan hadits setelah meriwayatkannya.
  9. Tidak selalu menyertakan dalil-dalil dalam permasalahan yang dibahas, kebanyakan permasalah yang tidak disertakan dalil, dikuatkan dengan qiyas, padahal terdapat hadits shahih atau terkadang berdalil dengan dalil umum, padahal ada dalil khusus.
  10. Tidak menguasai beberapa permasalahan, seperti mandi-mandi sunnah atau semisalnya.
  11.  Membawakan dalam sebuah permasalahan pendapat-pendapat yang saling bertentangan, namun tanpa merajihkan salah satu pendapat tersebut.
  12. Tidak konsisten dalam berpendapat pada sebagian permasalahan, beliau memilih sebuah pendapat diawal pembahasan, lalu membatalkannya pada akhir pembahasan.
  13. Menguatkan pendapat yang bertentangan, namun sebenarnya pendapat tersebut tidak layak dirajihkan karena lemahnya dalil dan kuatnya dalil yang menentangnya.
  14. Menyelisihi hadits shahih yang tidak ada penentangnya dengan hadits yang tidak berkaitan dengan tema pembahasan.
Jenis terakhir ini adalah yang paling parah dari apa yang dilakukan penulis, karena tidak sesuai dengan komitmen penulis untuk menyajikan kepada manusia, yang hanya merujuk kepada sunnah, terlebih lagi ketika diketahui bahwa alasan penulis meninggalkan hadits yang shahih, karena mayoritas ulama tidak berpegang dengan hadits tersebut pada sebagian permasalahan atau ketidaktahuan penulis adanya orang yang mengamalkan hadits tersebut. Ini adalah syubhatnya para tukang taqlid didalam membantah sunah-sunah Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam, akan datang ucapan Imam Syafi’I yang membatalkan syubhat ini dan mencabut sampai ke akar-akarnya. Semoga Allah membalas kebaikan kepada Imam Syafi’i.
Kita lihat betapa pedasnya ucapan Imam Al Albani kepada penulis kitab Fiqhus Sunnah Syaikh Sayyid Sabiq. Tentu orang yang senang mencari kesalahan manusia, akan menjadikan hal ini sebagai kesempatan menghantam para ahli ilmu. Namun ketika kita melihat apa yang dilakukan oleh Imam Al Albani, tahulah kita agungnya akhlak ulama yang senantiasa membela hadits-hadits Nabi ini. Imam Al Albani berkata setelahnya :
وقد يكون من نافلة القول أن أذكر أنني لا أريد بالتعليق على الكتاب وبيان أخطائه أن أحط من قدره شيئا أو أبخس من حقه بل إنما أريد الانتصار للحق بالحق وصيانة “فقه السنة” عن الخطأ ما أمكن فإن ذلك أدعى لإقبال الناس عليه والاستفادة منه
“sebagai tambahan, aku tidak bermaksud ketika memberikan komentar kitab Fiqhus Sunah dan menjelaskan kesalahannya untuk menurunkan atau merendahkan kedudukan penulisnya, namun ini semua untuk menolong kebenaran dengan kebenaran dan ikut menjaga kitab Fiqhus Sunnah dari kesalahan sebisa mungkin. Oleh karenanya aku merekomendasikan kepada manusia untuk menerima kitab Fiqhus Sunnah dan mengambil faedah darinya”.
Betapa mulianya beliau, bandingkan! dengan orang-orang yang hanya mendapatkan satu dua ketergelinciran ulama, kemudian ia jadikan sebagai sarana membodoh-bodohkannya dan menginjak-injak harga dirinya. Semoga kita dijauhkan dari sifat-sifat tercela seperti ini. Aamiin.
sumber: https://ikhwahmedia.wordpress.com

Komentar

ngepop

Pesan Silaturahim Saat Berhaji

Ulama Aceh Larang Konser Musik Kecuali yang Bernuansa Islami

Keteladanan dalam Mendidik Anak