Cara Curang Resto Jepang

Resto jepang, makan di sana adalah impian saya sejak dulu. Jepang dan kulturnya yang disebarkan melalui media-media yang menarik – manga, anime, dorama – berhasil membuat orang di seluruh dunia tertarik pada segala kekhasan negeri mereka. Kebanyakan menikmati tontonan berbau jepang di televisi rupanya turut menggiring saya tertarik kepada makanan ala jepang yang selalu digambarkan menggugah selera.
Namun sayang seribu sayang, makanan jepang banyak yang haram. Restoran jepang seringkali menyertakan babi sebagai komposisi menunya. Sebagai seorang muslim, tentu saja hal ini membuat saya berpikir ulang unuk makan di resto jepang. Sampai sekarang pun hanya satu resto fastfood jepang saja yang menjadi langganan rutin saya, HokaHoka Bento. Hoka-Hoka Bento lah satu-satunya restojepang yang mengantongi serifikasi halal dari LPPOM MUI. Itu pun kalau tidak salah baru dimulai tahun 2007,sebab sebelum itu HokBen masih menggunakan bahan nonhalal dalam menunya.
Dalam kurun satu bulan ini saya membaca beberapa status kawan-kawan fb tentang aktifitas mereka di resto jepang. Tempat update status resto jepang biasanya di “Sushi Tei”, Senayan City. Padahal kawan-kawan saya yang apdet status itu muslim, bahkan ada yang aktivis islam. Well, rupanya kepahaman tentang kehalalan makanan perlu betul-betul diperhatikan.
Sushi, pada dasarnya adalah haram. Haramnya tidak terletak pada sushi itu sendiri, tapi pada sausnya. Sausnya mengandung mirin, sejenis khamr khas jepang. Di Jepang, mirin merupakan minuman keras sama halnya seperti bir atau wiski yang dikenakan pajak minuman keras dan pembuatannya juga memerlukan izin khusus. Sampai tahun 1996, mirin hanya bisa dibeli di toko yang mempunyai izin menjual minuman keras, tapi sekarang boleh dijual di mana saja dan penjual hanya memerlukan izin menjual mirin secara eceran.
Jadi bukan masalah sushinya mengandung babi atau tidak, namun memang sausnya yang haram. Walaupun pake daging non babi, asalkan pake saus ya…. haram. Kecuali mau makan sushi tanpa saus… ya… hambar mungkin…hehe. Sebenarnya dalam masakan, mirin bisa digantikan dengan air jeruk lemon yang dicampur gula, tapi ya itu… kurang “jepang”.
Kembali ke Sushi Tei. Setelah saya mencari di mbah Google tentang kehalalan Sushi Tei, saya temukan komentar di sebuah blog.
Begini isi komentar di blog itu yang saya kopas langsung dari sumbernya:Sushi Tei, dan resto-resto jepang lainnya, seringkali dikunjungi oleh kaum muslim. Indikasinya, setiap hari ada saja perempuan berjilbab datang dan bersantap di resto-resto jepang. Dan parahnya, pengelola resto jepang melakukan pembiaran terhadap perempuan berjilbab – yang jelas-jelas menampakkan identitas keislamannya itu – untuk makan di restorannya. Tanpa peringatan apalagi larangan! Padahal mereka tahu ada khamr (sake dan mirin) di bumbu masakan mereka. Bahkan mereka seringkali menampilkan logo “no pork” untuk menjaring konsumen muslim, padahal ada barang nonhalal lain selain babi.
rhalawa menulis on Aug 1, ’08
“sekali lalgi terima kasih pak atas respons nya..
Siang ini saya menghubungi restoran tersebut sesuai dengan saran bapak, awalnya mereka mengatakan halal, tetapi setelah saya tanyakan berbagai hal, akhirnya pegawainya kehabisan kata dan di forward ke supervisornya.
Dari Informasi yang diberikan oleh supervisornya (Bpk Raymond?), ternyata mereka tidak halal pak alias haram. Memang mereka tidak menjual babi, tapi Bumbu2 nya masih menggunakan khamr yaitu sake dan mirin. Dan ini diakui sendiri oleh supervisornya. Mereka hanya “halal” kalau hanya dilihat dari Porknya saja. Kok bisa??? halal ya halal …. haram ya haram. no leveling or grading
terima kasih pak.”
Memang sangat disayangkan kelakuan para pengelola resto jepang yang melakukan pembiaran konsumen muslim yang memiliki batasan halal dan haram untuk makan di resto mereka. Bahkan seolah mereka berusaha untuk menarikkonsumen muslim dengan menampilkan bahwa restonya “seolah-olah halal”.
Bagaimana jika ada resto jepang yang mengklaim sendiri kehalalan sajiannya? Hanamasa restoran buffet ala jepang yang menu utamanya Yakinuku dan Shabu-shabu, setahu saya menggunakan strategi ini. Mereka memasang tulisan halal di restorannya, sayangnya tulisan halal itu bikinan sendiri, bukan dari LPPOM MUI, jadi tanpa sertifikasi. Untuk restoran macam ini – yang mencantumkan logo halal sendiri – lebih baik dihindari.
Secara umum, masakan jepang kebanyakan menggunakan khamr sebagai campuran bumbunya. Jika kita kembalikan kepada kaidah umum itu, lebih baik kita tidak makan di resto jepang kecuali yang bersertifikat halal LPPOM MUI. Sangat aneh, jika resto besar macam Hanamasa ataupun Sushi Tei tidak mampu bayar biaya uji sertifikasi dari LPPOM MUI kecuali ada sesuatu yang memang tidak bisa dilabeli “halal” dalam bahan-bahan yang mereka gunakan.
Sebenarnya ada RUU yang mengatur tentang kewajiban sertifikasi halal LPPOM MUI, namanya RUU Jaminan Pangan Halal (RUU JPH). RUU JPH merupakan salah satu produk hukum yang belum selesai tahap pembahasannya di DPR sejak bulan Februari 2009. Rancangan Undang Undang ini dibuat dengan tujuan agar setiap produk yang beredar di Indonesia mendapatkan sertifikasi halal menurut hukum Syariah Islam. RUU ini rencananya disahkan pada akhir 2010 lalu, namun sampai sekarang tidak juga ada kabar beritanya.
Jika sudah tahu begini, cobalah berpikir ulang jika ingin makan di resto Jepang….
Saya dan si Ummi sampe sekarang masih mengidam-idamkan makan ramen, mi kuah ala jepang itu nampak begitu menggoda, ditambah berbagai info yang mengagung-agungkan kenikmatan masakan yang satu ini. Sejak kami mendaratkan kaki di Denpasar, setiap kali melihat resto ramen di pinggir jalan, terbitlah selera. Maklum saja, turis jepang menempati posisi ketiga dalam jumlah kunjungannya di Bali, tak heran beberapa resto jepang nongkrong di sini.
Namun apa daya, keinginan saya terhadap masakan jepang harus dipendam mengingat kehalalannya yang tidak terjamin. Untunglah sejak nopember 2010 lalu, akhirnya HokBen membuka cabangnya di Denpasar, jadi keinginan sedikit terobati, meskipun menunya ya itu-itu saja, namanya juga resto fastfood. Ah… penting halal dulu deh.
Dahulukan halal sebelum selera… insyaalloh slamet dunia akhirat…
sumber: https://masrizky.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar