Dirjen Pajak Mundur, Target Pajak Siap Direvisi


Sigit Priadi Pramudito Dilantik Jadi Dirjen Pajak

Kultur mundur dari jabatan lantaran tak mampu bekerja optimal selama ini hanya lekat pada manusia Jepang. Kali ini kultur itu seperti diperkenalkan oleh Sigit Priadi Pramudito yang mundur dari jabatan Direktur Jenderal Pajak gara-gara tak mencapai target.
=============


Sebuah langkah berani diambil oleh Sigit Priadi Pramudito. Di saat banyak orang memburu jabatan, tak terkecuali setingkat direktur jenderal, dia justru memilih meninggalkan kursi jabatannya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Alasannya, dia mengaku tak mampu memenuhi target pencapaian pemasukan pendapatan negara dari sektor pajak. Belum genap setahun memimpin Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dia merasa memimpin jajaran DJP dalam menggapai target pajak.

"Pengunduran ini semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab saya yang tidak berhasil memimpin DJP dalam mencapai target penerimaan pajak yang dapat ditolerir, atau di atas 85 persen," tulis Sigit lewat SMS yang beredar di kalangan wartawan, Selasa (1/12).

Melalui pesan singkat yang beredar yang disampaikan kepada para sahabatnya, Sigit mengungkapkan alasan pengunduran dirinya. Dia beralasan pengunduran dirinya sebagai tanggung jawab lantaran tak mencapai target penerimaan pajak 2015. Target pajak tahun ini mencapai Rp1.294 triliun.

Hingga akhir November realisasi penerimaan pajak baru tercapai sekitar Rp865 triliun atau kurang Rp430 triliun dari target Rp1.294 triliun di 2015.

"Pengunduran ini semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab saya yang tidak berhasil memimpin DJP (Ditjen Pajak) dalam mencapai target penerimaan pajak yang dapat ditolelir (di atas 85%)," kata Sigit lebih lanjut.

Dia mengatakan berdasarkan perhitungannya, realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai 80%-82% di akhir tahun 2015.

"Saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan teman-teman sekalian, mohon maaf bila ada hal-hal yang tidak berkenan selama ini. Semoga Dirjen Pajak yang akan datang akan membawa DJP semakin jaya, kredibel, akuntabel dan dapat dibanggakan," katanya.

Sigit dilantik sebagai Direktur Jenderal Pajak pada 6 Februari 2015. Pria kelahiran 17 Mei 1959 ini merupakan golongan IV/c dan sudah berkarir sejak 1987 di Ditjen Pajak. Meski namanya jarang terdengar di kalangan nasional, namun Sigit dinilai sebagai sosok senior pada instansi tersebut. Gelar pendidikan terakhir dari Sigit adalah Master of Arts in Economics.

Benar bahwa Sigit telah mengajukan pengunduran diri dari jabatan Dirjen Pajak. Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan, Sigit sudah menyampaikan surat pengunduran dirinya pada Selasa (1/12) pagi. "Dirjen Pajak mengundurkan diri. Surat pengunduran sudah disampaikan. Alasannya karena menganggap tidak mampu mengejar target," kata Bambang.

Untuk mengisi kekosongan kursi jabatan, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menunjuk Ken Dwijugiasteadi sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak menggantikan Sigit Priadi Pramudito. "Sudah dilantik Plt-nya, Pak Ken," ujar Menkeu di kantornya, Selasa (1/12) malam.

Sebelum dilantik, Ken Dwijugiasteadi adalah Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur II. Ken juga tercatat sebagai staf ahli di Direktorat Jenderal Pajak.

Menanggapi pengunduran Sigit Priadi Pramudito, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan menghargai kinerja dan usaha Sigit yang telah berupaya memenuhi target penerimaan pajak pada tahun ini. "Ya tentu kita menghargai suatu upaya dan kita juga menghargai suatu kejujuran dan juga sportivitas," katanya di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (2/12).

Wapres JK mengatakan, kinerja Dirjen Pajak dinilai dari sejumlah indikator yang ada. Kendati begitu, JK menilai tak tercapainya target penerimaan pajak tidak hanya disebabkan oleh kemampuan Dirjen Pajak, namun juga dipengaruhi oleh melemahnya perekonomian global. Selain itu, menurut dia, target penerimaan pajak tahun ini pun tak tergolong tinggi.

"Ya, bukan ketinggian. Ekonominya menurun, melambat. Kalau ekonomi kita sama dengan 2-3 tahun lalu masih bisa dicapai," jelasnya.

JK melanjutkan, pemerintah akan berupaya mencapai target penerimaan pajak tahun depan. Sehingga program perekonomian nasional pun dapat tumbuh.

Senada dengan Wapres JK, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan langkah Sigit yang rela mundur harus dihormati. Sedangkan rendahnya penerimaan pajak disebabkan perekonomian yang melambat. "Ini urusan ekonomi yang melambat, menghasilkan penerimaan pajak melambat dan penerimaan lainnya," katanya.

Pengamat Perpajakan Danny Darussalam menilai target penerimaan pajak yang dipasang Pemerintahan Joko Widodo dapat dikatakan terlalu tinggi. "Siapapun Dirjen Pajak dengan target yang sedemikian tinggi akan sangat berat untuk merealisasikan," ujar Darussalam seperti dikutip CNN Indonesia, Rabu (2/12).

Menurut Danny, target penerimaan pajak yang harus dikejar oleh otoritas pajak sangat tidak realistis dan tidak melihat kondisi perekonomian terkini. Keputusan untuk menaikkan target pajak sebesar 35 persen dari realisasi tahun lalu di tengah perlambatan ekonomi dinilai merupakan kebijakan yang tidak bijaksana.

"Jadi ke depan, dalam menentukan target pajak harus realistis dengan melihat potensi pajak yang ada dan kondisi atau persyaratan untuk menggali potensi pajak tersebut," lanjutnya.

Dia juga mengkritisi indikator keberhasilan Dirjen Pajak yang hanya dilihat dari pencapaian target penerimaan. Menurut dia, ada pertimbangan lain yang layak diperhitungkan dalam menilai kinerja seorang Dirjen Pajak.

"Seharusnya penilaian kinerja Ditjen Pajak tidak semata-mata berdasarkan pencapaian target. Harus ada alat ukur lain seperti tingkat kepuasan Wajib Pajak (WP), pertumbuhan pajak dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Sebab itu, Danny Darussalam menyarankan agar realisasi penerimaan pajak tahun ini dijadikan acuan dalam menetapkan target pajak tahun depan. "Penentuan target harus melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana sejak 2008 target pajak tidak pernah terealisasi," terangnya.

Sedikit berbeda dengan Wapres Jusuf Kalla yang menyatakan target pajak bukanlah tinggi tapi perekonomian yang melambat, Deputi Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Perekonomian Bobby Hamzah Rufinus menyatakan terbuka kemungkinan untuk merevisi penerimaan target pajak di anggaran pendapatan dan belanja negara 2016. Target penerimaan pajak 2016 sebesar Rp1.546,7 triliun.

"Kita kan punya APBN-P dan sudah ada beberapa agenda yang akan dibahas," kata Bobby di kantornya, Jakarta, Rabu (2/12). Revisi target pajak, menurut dia, dilakukan setelah menunggu realisasi dari penerimaan pajak tahun ini. "Itu akan dihitung kembali. Apakah yang direncanakan 2016 itu make sense atau tidak?"

Bobby mengatakan target penerimaan pajak 2016 yang tinggi, mungkin, berdasarkan target di 2015 yang di atas 90 persen. "Dari penjelasan Pak Sigit, dapat penerimaan pajak sekitar 85 persen saja sudah sulit. Saya kira cukup terbuka untuk direvisi," kata Bobby.

Untuk menggenjot penerimaan pajak sampai akhir 2015, Bobby menjelaskan pemerintah sudah melakukan sejumlah strategi, misalnya keringanan pajak atau tax amnesty dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. "Ini merupakan langkah-langkah untuk penerimaan pajak dan akan terus berjalan," ujar Bobby. (BN)

Komentar

ngepop

Upacara Natal Bersama Haram

Bos Properti Jepang Jadi Mualaf Setelah Membangun Masjid Untuk Karyawannya

19 TANDA KEMATIAN YANG MULIA (KHUSNUL KHATIMAH)